Jakarta – Trauma masa kecil ternyata tidak hanya dialami oleh manusia, tetapi juga oleh hewan. Trauma ini dapat berdampak signifikan pada kesehatan, perilaku, serta harapan hidup hidup dalam jangka waktu yang lama.
Misalnya, anjing yang mengalami penyiksaan atau pengabaian selama masa kecil, cenderung menunjukkan perilaku gugup dan kesulitan dalam berinteraksi dengan sesamanya ketika dewasa. Hal ini juga berlaku pada hewan di alam liar.
Mahasiswa doktoral di bidang ekologi perilaku di Universitas California, Los Angeles, Amerika Serikat, Xochitl Ortiz Ross, telah meneliti kesejahteraan jangka panjang kehidupan marmut perut kuning atau yellow-bellied marmot yang memiliki kesulitan pada awal kehidupannya.
Marmut perut kuning adalah hewan liar yang aktif di siang hari dan hidup dalam kelompok yang disebut koloni. Hewan ini tinggal di liang dengan ukuran yang bervariasi mengikuti jumlah dari koloni. Menariknya, marmut memiliki sistem matrilineal yang berarti garis keturunan diturunkan oleh betina atau induk.
Dalam hal ini, marmut betina akan mengambil alih sarang saat beranjak dewasa, sedangkan marmut jantan akan pergi untuk mencari koloni baru. Marmut perut kuning berhibernasi hampir sepanjang tahun, dan memiliki rentang usia sekitar 15 tahun.
Faktor utama yang bisa membuat marmut liar memiliki trauma.
Bagi hewan, kehidupan di alam liar dapat dikatakan cukup sulit. Mereka harus bersaing untuk mendapatkan makanan atau bahkan menjadi santapan para predator.
Tidak hanya itu, hewan liar juga harus menghadapi kondisi cuaca ekstrem dan kerusakan habitat yang dapat memicu stress dan trauma.
Dalam studinya, Ross yang juga ahli ekologi dan biologi evolusi menggunakan pendekatan Cumulative Adversity Index atau Indeks Kesulitan Kumulatif untuk mengukur sejauh mana pengalaman buruk yang dialami marmut perut kuning di alam liar.
Beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur trauma pada marmut meliputi perubahan musim yang terlambat atau berlangsung lebih panjang, kehadiran predator yang tinggi, serta kondisi induk yang mengasuh, seperti induk yang kekurangan berat badan, stress, terlambat menyusui, dan kehilangan anak.
Marmut yang Mengalami Trauma sejak Kecil Akan Kesulitan Hidup
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman traumatis sebelum usia dua tahun pada hewan liar dapat mengurangi peluang bertahan hidup marmut hingga setengahnya saat mencapai usia dewasa.
Dalam studi ini, marmut yang kehilangan induk memiliki peluang hidup yang rendah. Selain itu, marmut betina yang tumbuh di tengah mayoritas saudara laki-laki, cenderung menjadi lebih “maskulin”. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kadar testosteron yang tinggi di rahim induknya.
“Marmut betina yang menunjukkan perilaku maskulin memiliki peluang bertahan hidup dan tingkat reproduksi yang lebih rendah. Dalam hal ini, memiliki jumlah saudara laki-laki yang banyak dinilai mampu mengurangi keberlangsungan hidup bagi marmut betina, tetapi tidak sebaliknya,” ungkap Ross, dikutip dari Live Science.
Dengan demikian, studi ini membuktikan bahwa trauma yang dialami marmut sejak masa kecil memengaruhi keberlangsungan hidupnya ketika beranjak dewasa.
Ross menjelaskan bahwa beberapa studi lain telah dilakukan terhadap primata dan hyena liar dengan menggunakan indeks yang sama. Beberapa studi tersebut juga menunjukkan hasil yang sama dengan studi pada marmut.
“Pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana hewan dapat atau tidak dapat mengatasi berbagai sumber kesulitan dapat memberikan informasi mengenai praktik konservasi dan pengelolaan satwa liar,” papar Ross.
“Indeks seperti dalam studi kami dapat membantu mengidentifikasi populasi yang terancam dan memerlukan tindakan konservasi yang lebih cepat,” tambahnya.