Pernahkah Anda mendengar ungkapan “menyembunyikan kepala di pasir seperti burung unta”?Ungkapan ini telah menjadi bagian dari percakapan sehari-hari kita, menggambarkan seseorang yang menghindari kenyataan atau masalah.
Namun, tahukah Anda bahwa asal-usul mitos ini sebenarnya jauh lebih menarik daripada sekadar ungkapan kiasan? Mari kita telusuri asal-usul mitos ini dan mengungkap kebenaran di balik perilaku burung unta yang sebenarnya.
Dalam artikel ini, kita akan membongkar mitos yang telah bertahan selama berabad-abad dan mengungkap fakta-fakta menarik tentang burung raksasa ini.
Peribahasa bahasa Inggris
Kekayaan bahasa Inggris begitu melimpah, melahirkan ungkapan-ungkapan yang begitu hidup dan penuh makna. Salah satunya adalah peribahasa “menyembunyikan kepala di pasir seperti burung unta”.
Ungkapan ini telah menjadi simbol bagi mereka yang memilih untuk mengabaikan kenyataan yang tidak menyenangkan, berharap masalah akan sirna dengan sendirinya.
Ibarat burung unta yang konon menyembunyikan kepalanya di dalam pasir untuk menghindari ancaman, individu seperti ini memilih untuk menutup mata dan telinga terhadap persoalan yang dihadapinya.
Ironisnya, meski tidak ada bukti ilmiah yang mendukung anggapan bahwa burung unta benar-benar melakukan tindakan tersebut, metafora ini justru semakin mengakar dalam berbagai aspek kehidupan manusia.
“Para ahli agama, politikus, manajer, sejarawan militer, atlet, pelaku bisnis, hingga para pelaku pasar keuangan kerap menggunakan peribahasa ini untuk menggambarkan suatu sikap atau kondisi tertentu,” papar Karl Kruszelnicki di laman ABC Science.
Mengenal (lagi) sosok burung unta
Mendiami padang-padang pasir Afrika yang luas, burung unta, sang raksasa dunia burung, mencuri perhatian dengan postur tubuhnya yang menjulang hingga 2,4 meter dan bobot mencapai 155 kilogram.
Lebih dari sekadar ukurannya yang mengagumkan, burung unta telah lama menjadi pusat perhatian manusia.
Kulitnya yang kokoh, bulu-bulunya yang indah dan bernilai tinggi, dagingnya yang rendah lemak, serta efisiensi tubuhnya dalam mengolah makanan—dengan rasio pakan-ke-berat-badan yang jauh lebih baik daripada sapi—membuat burung unta menjadi komoditas yang sangat menarik bagi para peternak.
Namun, di balik penampilannya yang menawan, burung unta juga menyimpan kekuatan yang luar biasa. Ketika merasa terancam, burung ini mampu berlari dengan kecepatan hingga 65 kilometer per jam, melesat melewati padang pasir dengan lincah.
Tendangannya yang dahsyat, cukup kuat untuk membengkokkan batang baja berdiameter 10 milimeter hingga membentuk sudut siku-siku, menjadi ancaman serius bagi predator yang berani mendekat.
Meski demikian, burung unta bukanlah makhluk yang agresif. Sayap-sayapnya yang lebar, lebih sering digunakan untuk menjaga keseimbangan saat berlari kencang atau sebagai alat komunikasi dalam ritual pacaran yang unik, diiringi kedipan mata hitamnya yang lentik.
Ketika menghadapi ancaman, burung unta memiliki tiga strategi bertahan hidup yang telah teruji oleh waktu. Opsi pertama adalah melarikan diri dengan kecepatan yang mengagumkan.
Opsi kedua adalah melancarkan serangan balik dengan tendangan mematikan. Dan opsi ketiga, yang mungkin paling mengejutkan, adalah dengan bersembunyi.
Saat mengerami telur, misalnya, burung unta akan berbaring telentang di tanah, menyamarkan tubuhnya yang besar dengan lingkungan sekitar.
“Dalam terik matahari Afrika, dengan leher dan kepala yang panjang tersembunyi di antara rerumputan, burung unta dapat dengan mudah disangka sebagai gundukan rumput yang biasa,” jelas Kruszelnicki.
Asal usul mitos
Mitos yang telah mengakar selama berabad-abad, tentang burung unta yang dengan bodohnya menyembunyikan kepalanya di dalam pasir saat merasa terancam, mungkin berakar dari seorang tokoh intelektual yang sangat dihormati di zaman Romawi, Gaius Plinius Secundus, lebih dikenal sebagai Pliny the Elder.
Seorang ensiklopedis sejati, Pliny memiliki hasrat yang tak terpuaskan untuk menggali segala pengetahuan yang ada di dunia. Cucu lelakinya, Pliny the Younger, dalam tulisannya menggambarkan sosok kakeknya sebagai seorang pekerja keras yang tak kenal lelah.
Hari-harinya dimulai jauh sebelum fajar, dan setiap buku yang ia baca akan disarikan secara teliti. Begitu besarnya minat Pliny terhadap ilmu pengetahuan, hingga ia bahkan menganggap waktu yang tidak digunakan untuk belajar sebagai waktu yang terbuang sia-sia.
Tahun 79 Masehi menjadi saksi bisu atas salah satu bencana alam paling mematikan dalam sejarah peradaban manusia. Gunung Vesuvius, gunung berapi yang selama ini tampak tenang, tiba-tiba meletus dengan dahsyatnya, memuntahkan lahar panas dan abu vulkanik yang menyelimuti kota Pompeii dan sekitarnya.
Tragedi ini mengakibatkan ribuan nyawa melayang dan sebuah peradaban yang makmur terkubur dalam seketika.
Di tengah kepanikan massal yang terjadi, terdapat seorang tokoh yang tindakannya begitu kontras dengan upaya masyarakat untuk menyelamatkan diri.
Dialah Pliny, seorang penulis dan pejabat Romawi yang hidup pada masa itu. Alih-alih melarikan diri dari zona bahaya seperti kebanyakan orang, Pliny justru memutuskan untuk mendekati gunung berapi yang sedang meletus.
Dengan rasa ingin tahu yang besar, ia ingin menyaksikan langsung kekuatan alam yang dahsyat itu dan sekaligus menyelamatkan orang-orang yang terjebak dalam bencana. Pliny tewas dalam usahanya tersebut.
Kepahlawanan Pliny dalam menghadapi bencana Vesuvius telah menginspirasi banyak orang selama berabad-abad. Untuk menghormati dedikasinya terhadap ilmu pengetahuan dan kemanusiaan, letusan gunung berapi yang sangat dahsyat, seperti letusan Krakatau, kini disebut sebagai letusan “ultra-plinian”.
Sebelum kematiannya, Pliny sempet menuntaskan sebuah karya monumental: Natural History. Karya ensiklopedis ini, yang terdiri dari 37 buku, merupakan upaya ambisius untuk menyusun kompilasi pengetahuan paling komprehensif di dunia Romawi Kuno.
Dalam Natural History, Pliny dengan tekun merangkum sekitar 20.000 topik yang beragam, mulai dari astronomi hingga zoologi, dari geografi hingga pengobatan.
Informasi yang begitu luas ini ia kumpulkan dari sekitar 2.000 buku karya 100 penulis berbeda. Sungguh sebuah prestasi yang luar biasa mengingat keterbatasan sumber daya dan teknologi pada zaman itu.
Salah satu aspek yang paling menonjol dari Natural History adalah pendekatan Pliny terhadap penulisan ilmiah. Ia merupakan salah satu penulis pertama yang secara konsisten mencantumkan sumber-sumber yang ia kutip.
Praktik ini, yang mungkin tampak sederhana bagi kita saat ini, merupakan langkah revolusioner pada masanya. Selain itu, Pliny juga memperkenalkan penggunaan daftar isi, sebuah inovasi yang sangat membantu pembaca dalam menavigasi karya yang begitu tebal.
Meskipun beberapa informasi yang terdapat dalam Natural History telah terbukti tidak akurat atau bahkan mitos belaka, karya ini tetap menjadi sumber pengetahuan yang sangat penting bagi dunia Barat selama Abad Kegelapan.
Jadi apa yang Pliny katakan tentang burung unta? Dalam Buku 10, Bab 1, ia menuliskan sebuah pengamatan yang sederhana namun penuh implikasi: “…mereka membayangkan, ketika mereka telah menjulurkan kepala dan leher mereka ke dalam semak, bahwa seluruh tubuh mereka tersembunyi”.
Para sejarawan meyakini, kalimat singkat inilah yang kemudian menjadi cikal bakal mitos terkenal tentang burung unta yang mengubur kepalanya di pasir ketika merasa terancam.
Perilaku serupa
Meskipun mitos tentang burung unta yang mengubur kepalanya di pasir telah terbantahkan, namun ada satu perilaku unik pada burung raksasa ini yang mungkin menjadi cikal bakal lahirnya mitos tersebut.
Saat sedang mencari makan, burung unta sering kali terlihat menundukkan kepalanya hingga menyentuh tanah. Perilaku ini, jika dilihat sekilas dari kejauhan, mungkin bisa disalahartikan sebagai upaya burung unta untuk menyembunyikan kepalanya.
Meskipun kita telah sepakat bahwa mitos burung unta yang mengubur kepalanya di pasir hanyalah sebuah dongeng, kenyataan ternyata seringkali lebih aneh dari fiksi.
Sebuah kisah unik muncul dari Peternakan Burung Unta Brandywine di Hemet, California, yang mengaburkan batas antara kenyataan dan imajinasi.
Claire dan Monty Montgomery, pasangan penjelajah kuliner, pernah berkunjung ke peternakan ini dan berbagi pengalaman mereka di halaman utama globalgourmet.com.
Di sana, mereka bertemu dengan pemilik peternakan, Chip Polvoorde, yang menceritakan sebuah kisah yang cukup mengejutkan. Rupanya, Chip pernah terlibat dalam sebuah kegiatan yang sangat tidak biasa: memasukkan kepala burung unta ke dalam lubang tanah.
Menurut penuturan Chip, aksi ekstrem ini dilakukan untuk keperluan syuting film. Tim produksi menggali lubang yang cukup dalam, lalu meletakkan umpan berupa makanan kesukaan burung unta di dasar lubang.
Ketika burung unta yang penasaran menjulurkan kepalanya untuk menjangkau makanan, tim produksi dengan cepat menahan kepalanya agar tetap berada di dalam lubang.
“Dengan cara yang cukup kejam, mereka berhasil mendapatkan gambar yang mereka inginkan,” pungkas Kruszelnicki.